Pernah dengar istilah NPL? NPL atau Non Performing Loan kini ramai diperbincangkan. Sumber permasalahan kredit pun beragam dan sering dihadapi oleh pihak bank. Salah satunya yakni bencana dimana sumber pendapatan debitur terkendala. Berikut penjelasan mengenai Non Performing Loan yang perlu Anda cermati.
Sesuai Bank Indonesia, pinjaman NPL ialah pinjaman dengan kualitas yang masih diragukan, kurang lancar dan macet. Non Performing Loan adalah penilaian terhadap aset bank untuk mengatur risiko kredit. Kredit yang bermasalah terus mempengaruhi keuangan bank. Dalam hal inilah, NPL berfungsi sebagai indikator apakah bank bermasalah atau tidak.
Non Performing Loan pun terdiri dari 5 kategori yakni lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Hal ini perlu diperhatikan untuk mempertahankan kualitas kredit. Rasionya mencerminkan risiko kredit sehingga semakin tinggi tingkat NPL, maka semakin besar risiko kredit yang ditanggung pihak bank.
Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum mengatur bahwa semakin tinggi nilai rasio Non Performing Loan yang melebihi 5%, maka bank tersebut tidak sehat. Jika rasionya di bawah 5%, maka potensi keuntungan yang diperoleh semakin besar sehingga bank perlu waspada dengan menjaga persentasenya di bawah 5%.
Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/11/PBI/2015, rasio NPL adalah rasio antara jumlah total kredit dengan kualitas kurang lancar, diragukan serta macet. Dalam menghitungnya, NPL adalah perbandingan jumlah kredit yang diberikan dengan tingkat kolektibilitas yang kreditnya bermasalah daripada total kredit dari bank.
Sumber permasalahan kredit biasanya memang dihadapi oleh pihak bank seperti bencana dimana sumber pendapatan debitur terkendala. Perlambatan putang juga bisa mengakibatkan kredit bermasalah. Tidak hanya itu, ada banyak penyebab yang menimbulkan terjadinya NPL mulai dari faktor internal dan eksternal debitur hingga eksternal bank.
Non Performing Loan bisa terjadi jika terdapat unsur yang tidak diinginkan atau diprediksi akan adanya bencana yang menyebabkan debitur kehilangan aset sehingga tidak mampu melunasi cicilannya di bank. Analisis bank yang kurang tepat juga salah satu faktornya dimana kondisi debitur di masa mendatang tidak dapat diketahui.
Faktor selanjutnya yakni adanya kolusi antara pejabat bank dengan debitur sehingga pihak lembaga pembiayaan memberikan kredit yang seharusnya tidak bisa diberikan. Jika debitur tidak disiplin dalam memanfaatkan pinjaman, bisa dipastikan bahwa akan ada permasalahan konflik internal dalam manajemen sebuah badan usaha debitur yang menimbulkan kredit macet.
Tidak hanya itu, Non Performing Loan juga bisa terjadi karena faktor-faktor lain seperti proyek yang tidak rampung tepat waktu, high leverage, turunnya sales dan demand bisnis debitur, dan perubahan kebijakan. Maka dari itu, bankir harus lebih tanggap dalam menyusun rencana restrukturisasi jika diperlukan.
Beberapa faktor internal bank berhubungan dengan Capital Adequacy Ratio atau rasio perbandingan jumlah modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Risiko. Semakin tinggi CAR, semakin besar juga modal yang dimiliki. Modal yang banyak meningkatkan penyaluran kredit sehingga resiko kredit bermasalah juga meningkat.
Pihak bank biasanya meminta laporan neraca laba rugi milik debitur untuk menganalisa secara menyeluruh dimana pihak banknya menemukan beberapa gejala yang dibagi dalam 4 aspek yakni aspek finansial, aspek manajemen, aspek agunan dan aspek teknis atau produksi. Dalam segi finansial, ada beberapa gejala yang perlu diperhatikan.
Gejala-gejala tersebut yakni sales menurun, alokasi dana yang menandakan pembelanjaan tidak sehat, aging piutang meningkat, COGS meningkat, likuiditas menurun, EBITDA menurun, leverage menurun, dan stock turnover menurun. Dalam segi manajemen, banker memeriksa gejala-gejala seperti debitur tidak kooperatif, debitur terjerat hukum, dan lainnya.
Adapun faktor yang tidak dapat dikontrol bank serta debitur berhubungan dengan kebijakan yang dipengaruhi pasar global. Contohnya, faktor BI Rate sebagai suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap moneter yang ditetapkan Bank Indonesia. Saat bunga naik, keinginan menabung bagi masyarakat juga naik sehingga menyebabkan kredit bermasalah meningkat.
Apabila kondisi perusahaan tidak kunjung membaik, maka dampaknya bisa meluas hingga memburuknya kondisi perekonomian negara. Lembaga keuangan perlu memperkuat struktur permodalannya. Dikarenakan struktur permodalan terganggu, bank kesulitan melakukan ekspansi kredit khususnya sektor perbankan riil.
Pastinya, NPL berdampak langsung pada CAR atau Credit Adequacy Ratio untuk menanggulangi berbagai resiko yang bisa terjadi. Penurunan arus perputaran kredit menyebabkan bank harus menutupi kebutuhan modalnya dengan modal sendiri sehingga mengurangi CAR miliknya.
Itulah penjelasan mengenai apa saja hal-hal yang perlu diketahui dari NPL mulai dari istilah, aturan menurun Bank Indonesia, penyebab dan dampaknya. Agar fenomena ini tidak terjadi, sangat penting bagi perbankan untuk menggunakan teknologi yang mumpuni dalam menganalisa calon debitur. Dengan begitu, terjadinya Non Performing Loan dapat diminimalisir.